Senin, 27 Februari 2012

GORESAN SINGKAT, FLASHBACK SETENGAH ABAD IMM


GORESAN SINGKAT, FLASHBACK SETENGAH ABAD IMM

Oleh : Tito Cakrabuana

            Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang hingga saat ini hampir berumur setengah abad, tetap menyisakan cerita masa lalu yang hingga saat ini sangat menarik untuk diulas. Karena dengan mempelajari dan memahami sejarah berdirinya IMM, kita akan mengerti bagaimana IMM berjuang dan berkembang  pada saat itu, dengan menilik sejarah tersebut harapanya kita dapat benar-benar memahami apa itu IMM dan bagaimana pola perjuangan IMM itu sendiri, sehingga dapat bertahan sampai dengan hari ini.
            Apabila kita kembali hampir setengah abad yang lalu, kita akan melihat bagaimana kondisi Indonesia saat itu, dimana gejolak politik yang dibawa Presiden Soekarno melalui Nasakom-nya sangat memojokkan gerakan-gerakan Mahasiswa dan ormas yang berhaluan agama, khususnya Islam. Dimana kekuatan komunis saat itu seperti mendapat angin segar ketika Soekarno memberlakukan Nasakom.
            Pada saat bersamaan, Muhammadiyah pada mulanya mendorong mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti jejak langkah Muhammadiyah, dianggap cukup bergabung dalam organisasi otonom yang ada, seperti Pemuda Muhammadiyah (PM),  Nasyi’atul Aisyiyah (NA) dan Hizbul Wathon (HW). Namun seiring berjalannya waktu, perkembangan keadaan mereka yang berada dalam ketiga organisasi otonom (ortom) tersebut merasa perlu dibentuknya perkumpulan mahasiswa yang secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam, maka alternative ketika itu adalah bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), bahkan bermunculan isu yang mengatakan bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah, yang memilki visi dan misi Muhammadiyah, image tersebut mengemuka diakibatkan pada tubuh HMI saat itu dipegang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang secara aktif mengelola HMI.
            Apabila melihat muktamar Muhammadiyah ke -25 pada tahun 1936 di Jakarta, telah bergulir pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), yang pada saat itu Pimpinan Pusat (PP) diketuai oleh KH.Hisyam (periode 1933-1937). Selanjutnya pada tanggal 18 November 1955, PP Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinanya telah mendirikan PTM pertama di Padang Panjang dan membentuk Departemen Pelajar dan Mahasiswa. Untuk lebih merealisasikan usaha tersebut, maka PP Pemuda Muhammadiyah  melalui KOPMA (Konfrensi Pimpinan Daerah Muhammadiyah)  se-Indonesia pada tanggal 18 Juli 1962 di Surakarta mendirikan IPM (Ikatan Pelajar Indonesia).
            Sehubungan dengan semakin berkembangnya PTM yang telah dirintis pada tanggal 18 November 1955  di Padang Panjang, selanjutnya berdiri pula IKIP di Jakarta, yang kemudian pada tahun 1958 disusul berdirinya kampus serupa di Surakarta dan tak berhenti sampai disitu, di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhammadiyah dan beridiri pula Fakultas Ilmua Sosial (FIS) yang sekarang UMJ. Melihat perkembangan PTM yang cukup pesat maka pada tahun 1960an ide-ide untuk membentuk lembaga dakwah atau wadah khusus yang langsung berbenturan dengan mahasiswa semakin kuat. 
            Pada tahun 1962, menjelang muktamar setengah abad Muhammadiyah di Jakarta, Pemuda Muhammadiyah mengadakan kongres Mahasiswa Muhammdiyah, dan dari situ mulai santer upaya-upaya tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan agar berdiri sendiri. Tindak lanjut dari isu tersebut pada akhirnya tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajakan dengan didirikannya Dakwah Mahasiswa yang dikordinatori oleh Ir. Margono, Dr. Soedibjo Markoes dan Drs. Rosyad Soleh. Ide pembentukan Dakwah Mahasiswa ditelurkan oleh Drs. Mohammad Djasman yang ketika itu beliau menjabat sebagai Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah.
            PP Muhammadiyah yang saat itu diketuai oleh H.A Badawi, pada akhirnya merestui berdirinya organisasi yang khusus untuk Mahasiswa Muhammadiyah  dan langsung diketuai oleh Drs. Moh. Djasman dengan beranggotakan M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh, Soedibjo Markoes, Moh. Arief dan lain-lain.
            Dengan demikian, pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan pencetusan nama IMM yang diprakarsai Drs. Moh. Djasman Al-kindi sekaligus sebagai ketua dan koordinator pertama IMM. Dan IMM sendiri ditetapkan berdiri pada tanggal 14 Maret 1964, bertepatan dengan tanggal 29 Syawal 1384 H di Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal 1-5 Mei 1965 IMM mengadakan Muktamar pertama di Kota Barat-Solo dan menghasilkan deklarasi Kota Barat yang saat ini lebih dikenal dengan 6 (enam) penegasan IMM, yaitu : 
  1.  IMM adalah Gerakan Mahasiswa Islam.
  2. Kepribadian Muhammadiyah adalah Landasan Perjuangan IMM.
  3. Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (sebagai stabilisator dan dinamisator).    
  4. Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah.
  5. IMM adalah organisasi yang sah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah Negara yang berlaku.
  6. IMM adalah pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
Oleh karena itu, melihat faktor internal yang sedemikian rupa tidak dapat dipungkiri pula bahwa kader-kader IMM adalah orang-orang pilihan dan seyogyanya berkomitmen dalam perjuangan untuk melakukan perubahan dan terus berperan aktif sebagai kader umat, bangsa dan persyarikatan.
Adapun secara eksternal kemunculan IMM tidak terlepas dari kondisi social politik bangsa Indonesia ketika itu. Terutama terkait pergolakan organisasi mahasiswa pada tahun 50an sampai tragedy G 30/S PKI pada tahun 1965. Ditengah pergolakan sedemikian rupa gerakan mahasiswa mengalami jalan buntu dalam berpartisipasi aktif era kemerdekaan Repulik Indonesia. Kongres mahasiswa Islam pada tanggal 8 Juni1947 di Malang yang terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Persatuan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI), Persatuan Mahasiwa Yogyakarta (PMY), Persatuan Mahasiswa Djakarta (PMD), Masyarakat Mahasiswa Malang, Persatuan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Semuanya itu tergabung dalam Persyarikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang bersifat independen.
Indepedensi PPMI yang awalnya terlihat kuat dalam menggalang kekuatan anti imperealisme, akhirnya harus pecah pasca melaksanakan konfrensi mahasiswa Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1957, perpecahan tersebut diakibatkan pada tahun 1958 CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) ikut bergabung. Dimana dalam kiprahnya ditubuh PPMI, CGMI merupakan senjata ampuh permainan politik PKI untuk menguasai kehidupan kampus. Segala cara ditempuh oleh CGMI, seperti terror, infiltrasi, fitnah dan apa saja dilakukan demi tercapainya tujuan OKI yang merupakan ormas bentukan PKI.
Dengan semakin kuatnya pengaruh CGMI dalam PPMI, membuat HMI keluar secara tidak hormat (dipecat) dari PPMI. Tidak cukup sampai disitu, CGMI juga memfitnah HMI melalui pamflet gelap pada bulan Juli 1964 di Yogyakarta, bahkan pada puncaknya PKI melalaui kekuatannya mencoba untuk membubaran HMI yang notabene basis pergerakan mahasiswa Islam. Pergolakan ini yang akhirnya membuat PPMI harus berakhir secara dramatis karena masing-masing unsur yang ingin menyelamatkan diri, kemudian pada 1965 PPMI resmi membubarkan diri.
Dari situasi yang penuh pergolakan inilah, yang akhirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah hadir dalam dunia gerakan mahasiswa untuk mewarnai kehidupan umat dan Negara. Dapat dikatakan bahwa IMM terlahir dari sejarah dan realitas kehidupan umat yang objektif.
Singkatnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa IMM lahir dilatar belakangi oleh kompleksitas yang terjadi ketika itu, diantarnya adalah :
1.      Situasi pemerintah yang menjurus pada suasana dictator, yang seolah-olah bangsa ini berada dalam pemerintahan fasis (dengan PKInya).
2.      Merosotnya akhlak dan agama, di mana politik menjadi panglima.
3.      Terjadinya ketegangan, dalam bentuk intri, terror, kecurigaan, dan terbingkai-bingkainya mahasiswa.
4.      Terbelenggunya kebebasan dan kemerdekaan berpendapat serta semakin merosotnya kehidupan ekonomi, social dan budaya.

Sumber :
1. Tri Kompetensi  Dasar : Peneguhan Jatidiri  Kader IMM, DPP IMM 
2. Manifesto  Gerakan Intelektual Profetik, Abdul Halim Sani
 
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar