Jumat, 12 November 2010

FILTRASI IMM SEBAGAI LAPIS INTELEKTUAL MUHAMMADIYAH TERHADAP PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

Intelektualisme, dunia yang menawarkan sejuta kemegahan, kehormatan, jauh dari hina bagi siapapun yang memandangnya. Seolah tak ada cacat dalam seorang yang memiliki dan menghayati sesuatu yang bernama intelektualisme ini.
Dunia akan datang kepada siapa saja yang mau bekerja keras memanfaatkan waktunya hingga ke satuan terkecil dalam waktu, sebuah detik atau bahkan seperjuta, sepermilyar detik untuk mau berpikir dan membaca memahami seluruh isi dunia atau bahkan hanya membaca makna di balik kehidupan hingga ke dalam satuan terkecil pun entah itu nyamuk, pasir, molekul, atau selebihnya.

A. Definisi Intelektualisme
Dalam kamus besar bahasa Indonesia bermakna in.te.lek.tu.al
/intelektual/ (1) a cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan; (2) n (yg) mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan; (3) n totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yg menyangkut pemikiran dan pemahaman.
Dari pengertian istilah, intelektualism merupakan sebuah doktrin filsafat yang menitikberatkan pengenalan (kognisi) melalui intelek serta secara metafisik memisahkannya dari indra serapan. Intelektualisme terkadang identikdengan rasionalisme. Dalam filsafat modern, intelektualisme menentang keberat sebelahan sensasionalisme yang hanya mengandalkan indra, antara lain didukung oleh Rene Descfrates (1596-1650), kaum Cartesian, serta samai batas tertentu oleh spinizisme. Pada masa kini bercampur dan tambah dengan aliran agnitisme, intelektualisme dibela positivisme logika.
Dalam pandangan Islam, konsep intelektual terkandung pada beberapa ayat-ayat Al Qur’an, dan dari situ terdapat istilah Ulil Albab. Salah satunya tertera pada Surat Ali Imron : 190-191.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ(190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(191)
“Sesungguhnya, dalam (proses) penciptaan langit dan bumi, dan (proses) pergantian malam dan siang, adalah tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi ulil albab (orang-orang yang berfikir [menggunakan intelek mereka]). Yaitu orang-orang yang berzikir (berlatih diri dalam mencapai tingkat kesadaran akan kekuasaan Allah) dalam keadaan berdiri, duduk, dan dalam keadaan terlentang, dan senantiasa berfikir tentang (proses) penciptaan langit dan bumi, (sehingga mereka menyatakan) wahai Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan semua ini dalam keadaan sia-sia. Maha suci Engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka” (QS 3: 190-191).
Pada ayat diatas telah dijelas bagaimana hakikat manusia dalam bepikir dalam rangka mencari ridho Nya dengan cara memikirkan ciptaanNya, dalam ayat itu pula, diterangkan juga hendaknya manusia selaian memikirkan ciptaanNya (sains) tapi juga harus tetap mengingatNya (dzikir), karena pada dasar nya sains dan agama merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisah kan. Dari sinilah mungkin seorang ilmuwan dunia abad 19 yang sangat terkenal dengan penemuan hukum relativitasnya pernah mengungkapkan “Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.
Dalam bukunya Dawam Raharjo membuat perbedaan definisi antara golongan Intelektual dengan golongan Intelegensia, yang memiliki definisi sebagai berikut.
Golongan Intelektual :
“Golongan terpelajar yang sekolahan atau bukan (termasuk drop-out), yang peranannya tidak mesti dengan ilmu yang dipelajari atau profesi yang dikuasai. Dan yang lebih penting mereka berpera sebagai kritikus social, bersifat emansipatoris dan liberatif, berpola piker yang hermeunitis dan kerap kali bersikap politis. Mereka adalah golongan yang merasa dirinya bebas”.
Golongan Intelegensia :
“Golongan terpelajar yang kepentingan utamanya adalah penggunaan disiplin ilmunya secara professional, dan karena itu peran yang mereka jalankan berkaitan erat dengan ilmu yang mereka pelajari di sekolah atau pofesi yang mereka kuasai. Mereka adalah orang yang setia kepada ilmu yang mereka pelajari, walaupun kerap kali dapat bergeser atau melebar. Mereka ini pada umumnya tidak berkeberatan disebut kurang atau tidak bebas”.
Apabila kita melihat sejarah, banyak tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia yang memilki peran social dan mereka merupakan golongan yang tidak hanya berkutat pada ilmu profesionalnya. Seperti Ir. Soekarno yang Insinyur Teknik Sipil, H.O.S Cokroaminoto Insinyur Teknik Mesin yang menjadi ketua Sarekat Islam atau dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo yang dokter namun juga menjadi tokoh pergerakan nasional. Mereka merupakan contoh dari pengertian golongan intelektual karena mereka tidak hanya berkutat pada ilmu profesionalnya tetapi memiliki peran social, terutama sebagai intelektual bebas yang bisa memerankan diri sebagai kritikus masyarakat atau pemerintah.
B. Intelektualitas Kader IMM
Lalu bagaiamana peran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, yang merupakan wadah perjuangan untuk menghimpun, menggerakkan dan membina potensi mahasiswa Islam guna meningkatkan peran dan tanggung jawabnya sebagai kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa, sehingga tumbuh kader-kader yang memiliki kerangka berpikir ilmu amaliyah dan kader amal ilmiah sesuai dengan Kepribadian Muhammadiyah, untuk menjadi lapis intelektual Muhammadiyah. Banyak komentar yang mengatakan IMM memiliki tradisi intelektual yang kuat karena mewarisi etos kerja dan pola berpikir Muhammadiyah.
Dalam bentuk konseptual IMM memiliki sebuah konsep yang komperhensif. Trilogi Iman-Ilmu-Amal yang berkaitan dangan Keagamaan-Kemasyarakatan-Kemahasiswaan sebagai lahan garapannya dan semua itu tertuang dalam trikompetensi dasar kader IMM yaitu, Spiritualitas-Intelektualitas-Humanitas yang merupakan ciri khas yang membedakan dari organisasi atau gerakan lain.
IMM sebagai bagian dari Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), memiliki posisi strategis dalam rangka membangun tradisi pembaharuan Muhammadiyah. Dengan basis kader yang berada di kampus-kamus seperti Perguruan Tinggi Muhammdiyah (PTM), Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), menjadikan IMM sebagai ortom yang diharapkan dapat melahirkan akademisi-akademisi Muhammadiyah yang mempunyai nilai intelektualitas yang tinggi.

Dapat dilihat bagaimana peranan sains dan teknologi sangat berpengaruh dalam membangun karakter dan budaya masyarakat. Kita ketahui bagaimana negara-negara yang masyarakatnya konsumtif layaknya Indonesia sangat bergantung sekali dengan teknologi, salah satu contoh yang bisa sering kita lihat adalah akibat semakin berkembangnya teknologi informasi, yang membuat kita bisa berhubungan dengan siapapun tapi membuat sebagian individu tenggelam dalam dunianya sendiri hingga mereka lupa akan lingkungan realnya. Fenomena seperti ini sering kali kita jumpai, walaupun pada dasaranya teknologi itu sendiri tercipta untuk mempermudah kerja manusia.
Oleh karena itu, perlu kiranya kader IMM sebagai intelektual bisa membangun system yang memungkinkan keseimbangan antara perkembangan sains dan teknologi dengan rasa humanitas antara satu individu dengan lingkungannya, karena apabila tidak ada keseimbangan tersebut maka yang akan terjadi adalah kerusakan dimana-mana, baik itu merusak pelakunya hingga lingkungannya.
Seperti kita ketahui, kurangnya kebijakan-kebijakan yang ditelurkan oleh pemerintah untuk memfilter segala sesuatu yang datang dari luar tetapi tidak cocok untuk masyarakat, walaupun ada, kemungkinan tidak ditegakkan. Dengan kata lain, bukan setiap kader IMM anti teknologi tetapi sebalik nya setiap kader IMM harus selalu mengetahui dan memahami perkembangan sains dan teknologi terbaru sehingga tahu apa yang harus dilakukan untuk menjadi filter tersebut.
Karena perlu diingat kita termasuk golongan intelektual yang merupakan golongan yang bebas, dimana selain kita memiliki pengetahuan tentang ilmu yang dipelajari apapun bidangnya tetapi kita harus tetap bisa menjadi social control di tengah-tengah masyarakat.
Semoga kita, sebgai kader IMM selalu mantap dalam memegang dan mengamalkan idiologi gerakan.
Fastabiqul khairat.. !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar